Breaking News

Ditawari Gubernur PSBB, Lobar Pilih PSBD


Lombok Barat - Terkait dengan keinginan Gubernur Nusa Tenggara Barat untuk meminta Kabupaten Lombok Barat dan Kota Mataram melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Pemerintah Kabupaten Lombok Barat segera mengambil sikap. 

"Untuk Pemkab.  Lombok Barat, saya kira termasuk Kota Mataram, sepertinya berat untuk melakukan PSBB sesuai arahan pak Gubernur," terang Pelaksana Tugas (Plt) Kabag Humas Protokol Lombok Barat, H. Saiful Ahkam saat dihubungi via telpon, Senin (4/5/2020).

Ahkam menambahkan, dari aspek resiko anggaran sangat tidak memungkinkan.

"Dari hasil refocusing dan realokasi anggaran, kita hanya mampu untuk JPS (Jaring Pengaman Sosial, red) COVID 19, selebihnya membutuhkan anggaran yang luar biasa besar," papar Ahkam. 

Menurutnya, jika PSBB diberlakukan maka Pemkab Lombok Barat harus mengalokasikan anggaran yang bisa menjamin ketersediaan dan ketahanan pangan untuk 685 ribu jiwa lebih atau lebih dari 250 ribu Kepala Keluarga.

"Kecuali APBD Provinsi bisa ikut fokus membantu penuh, tapi saya pun tdk yakin karena saat rakor kemarin pun itu tidak jelas," kata Ahkam. 

Menurut Ahkam jika PSBB diberlakukan maka Pemkab Lombok Barat harus mampu menyediakan dan mensuplai kebutuhan pangan dan itu pun harus diantarkan rumah ke rumah. 

"Jumlahnya sangat besar. Jika PSBB berlaku 20 hari saja, maka setiap KK harus diantarkan sembako. Katakanlah 250 ribu per minggu, maka dibutuhkan anggaran sebesar 187,5 milyar. Nah kita saja sudah pusing dengan refocusing dan realokasi 60 milyar, apalagi 187,5 milyar. Uangnya dari mana?," keluh Ahkam. 

Senada dengan Ahkam, Bupati Lombok Barat H. Fauzan Khalid juga menegaskan jika kebijakannya adalah PSBB, maka harus diberlakukan dengan skala lebih besar, yaitu se-NTB atau minimal se-Pulau Lombok.

"Saya bukan menolak, tetapi kalau mau memberlakukan PSBB harus sepulau Lombok. Pemprov NTB tidak bisa melakukannya secara parsial hanya untuk Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Barat saja, melainkan harus menyeluruh." kata Fauzan sambil mencontohkan kawasan Lombok yang akses antar Kabupaten/ Kota yang masih sangat terbuka satu dengan lainnya. 

Fauzan juga meyakini  kebijakan PSBB itu harus mempertimbangkan aspek ekonomi,  kesiapan aparatur,  serta pembiayaannya oleh pemerintah.

"Harus kita hitung semua pembiayaannya, baik secara ekonomi, dan kondisi aparatur kita, " ungkapnya.

Seperti dilansir salah satu media cetak, Ketua DPRD Lombok Barat, Hj. Nurhidayah memiliki pandangan yang sama. Ia menilai Pemkab Lombok Barat belum mampu untuk menjalankan PSBB.

"Kita belum mampu dari sisi keuangan untuk memberlakukan PSBB karena harus mempertimbangkan banyak hal. Mulai dari ketersediaan pangan dan dampak yang akan muncul. Yang paling utama adalah kesiapan dari segi anggaran yang harus dimiliki," terangnya di Surat Kabar tersebut, Selasa (5/5/2020).

Masih di media yang sama, hal berbeda disampaikan oleh Wakil Ketua DPRD Lombok Barat, Hj. Nurul Adha. Adha  meyakini bahwa usulan Gubernur tersebut telah melalui banyak pertimbangan. 

"Kalau itu tawaran Gubernur, pasti sudah melalui pemikiran dan pertimbangan dengan melihat perkembangan Covid-19 di Lobar," cetusnya. 

Namun Adha sepakat jika PSBB diberlakukan maka harus mempertimbangkan konsekuensinya dengan matang agar tidak ada rakyat Lombok Barat yang kelaparan.

"Ini yang paling berat untuk Pemkab Lombok Barat. Tapi Bupati harus berani mengambil keputusan. Jika iya, berarti logistik dan lain lain harus segera dipersiapkan. Jika sebaliknya, Bupati harus punya alternatif dalam mencegah penyebaran Covid-19," papar Nurul Adha.

Di luar masalah anggaran, Ahkam justru menyoroti aspek sosial jika PSBB diberlakukan. 

"Aspek yang justru paling menentukan itu adalah mental dan kebiasaan atau kultur sosial kita. Kultur kita sulit untuk mendisiplinkan diri," dalih Ahkam. 

Ia mencontohkan kondisi real saat ini di mana masih banyak masyarakat yang tetap tidak mau mendengar himbauan pemerintah untuk pemcegahan penyebaran Covid 19. 

"Masih banyak masyarakat yang tidak mau mengganti Shalat Jum'at-nya ke Sholat Zuhur. Warga melakukan penolakan,  bahkan dengan cukup kasar," terang Ahkam. 

Seperti beberapa kejadian sebelumnya,  masyarakat di beberapa tempat memang menolak sosialisasi Pemkab Lombok Barat bersama MUI, KNPI, TNI POLRI.

"Penjelasan dari aspek kesehatan dan keagamaan, terutama oleh tuan guru masih banyak yang menemui resistensi. Tapi kita tidak akan surut untuk itu," tegas Plt. Kabag Humas tersebut. 

Saat ini, menurut Ahkam, Pemkab Lombok Barat lebih memilih PSBD (Pembatasan Sosial Berbasis Desa). 

"Pola ini insya Allah lebih efektif karena mengedepankan aspek kesadaran dan pemberdayaan masyarakat. Saya salut dengan Pemerintah Desa yang masih aktif melakukan pembatasan di desanya masing-masing, walaupun itu pun masih terbatas," aku Ahkam.

Selain PSBD, Pemkab Lombok Barat mengambil kebijakan melakukan isolasi terpusat kepada para ODP dan PDP. 

"Untuk PDP, kita lokalisir di RSUD TRIPAT dan RSUD Awet Muda. Untuk ODP, kita lokalisir di SKB Gunung Sari dan Sanggar Mutu Gerung. Sekiranya sudah penuh, kita akan menyiapkan GOR dan saat ini juga menyiapkan PPLP di Gerung," terang Ahkam. 

Selain tempat-tempat itu, imbuhnya, pihak Pemkab masih memprospek Panti Petirahan Anak, Bapelkes dan beberapa hotel tempat belajar di 3 SMKN di wilayah Lombok Barat untuk menjadi pusat karantina lainnya. 

"Itu semua aset provinsi. Kita sudah berkomunikasi, tapi Pemprov belum mengizinkan. Entah kenapa," tanya Ahkam.

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close